.post img{-o-transition:all 1.5s ease;-moz-transition:all 1.5s ease;-webkit-transition:all 1.5s ease}.post img:hover{-o-transform:scale(1.2) rotate(360deg) translate(0px);-moz-transform:scale(1.2) rotate(360deg) translate(0px);-webkit-transform:scale(1.2) rotate(360deg) translate(0px);-o-transition:all 1.5s ease;-moz-transition:all 1.5s ease;-webkit-transition:all 1.5s ease}}

Pages

Selasa, 14 Mei 2013

DAMPAK PENGGUNAAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT YANG MENGABAIKAN KELESTARIAN



Penggunaan lahan gambut untuk pertanian dan usaha-usaha yang berkaitan dengan pertanian saat ini berkembang begitu pesat. Ratusan ribu hektar lahan gambut dialih fungsikan dan dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri. Lahan gambut menjadi kawasan yang sangat prospektif untuk perluasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Namun akhir-akhir ini banyak menuai protes dari para pemerhati dan penggiat lingkungan hidup baik dari dalam negeri maupuan dari luar negeri. Hal ini didasari atas kekhawatiran akan rusaknya lahan gambut sebagai fungsi ekosistem yang kompleks.
Walaupun memiliki fungsi strategis, alih fungsi lahan gambut masih terus berlangsung, baik untuk lahan pertanian maupun pemukiman. Beragamnya bentuk alih fungsi menyebabkan terjadinya penurunan (degradasi) fungsi strategis lahan gambut, sehingga meningkatkan luas kawasan lahan kritis. Seperti fungsi hidrologis, yang berperan penting pada sistem biosfir, dimana sebagai sumber karbon, pengendali sirkulasi CO2 lahan gambut sangat berpengaruh besar pada kondisi keseimbangan karbon di atmosfer. Selama ini sistem pengelolaan hutan rawa gambut umumnya tidak memperhatikan sifat inheren gambut dan melupakan prinsip-prinsip kelestariannya sehingga berpotensi lahan rawa gambut akan mengalami kerusakan dan sulit untuk diperbaharui.
Terjadinya penurunan fungsi lahan gambut, salah satunya diakibatkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat terhadap karakteristik gambut pada kondisi alami. Pengetahuan mengenai keaneka-ragaman karakteristik gambut pada kondisi masih alami menjadi sangat diperlukan, supaya masyarakat dapat mengelola dengan bijak (benar dan tepat) yaitu bermanfaat secara ekonomi dengan tidak mengesampingkan fungsi lingkungan.
Potensi lahan gambut sangat besar untuk usaha pertanian, disamping itu lahan gambut yang belum dimanfaatkan masih sangat luas, akan tetapi pemanfaatan lahan gambut tersebut harus dilakukan dengan senantiasa memperhatikan prinsip kelestarian dan mencegah terjadinya degradasi yang dampaknya cukup luas baik terhadap sumber kehidupan manusia maupun terhadap fisik lingkungan. Reklamasi lahan gambut harus memegang prinsip bahwa gambut merupakan lahan marginal dan mudah terdegradasi. Gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter termasuk kategori kawasan hutan lindung yang tidak boleh diganggu.
Berbagai jenis tanaman semusim dan tanaman tahunan dapat dibudidayakan pada lahan gambut akan tetapi yang paling berhasil atau menunjukkan harapan adalah tanaman perkebunan terutama kelapa sawit. Seperti di beberapa daerah seperti di Sumatera dan Kalimantan.
Produktivitas tanaman kelapa sawit di lahan gambut tidak kalah baiknya dengan yang di lahan mineral, produksi kelapa sawit pada lahan gambut dengan kerapatan populasi 185 pokok per hektar pada tahun ke delapan panen adalah 24 ton/ha/tahun sedangkan pada umur panen 5 – 8 tahun menghasilkan TBS mencapai 26,4 ton/ha
Tingkat keberhasilan dari budidaya kelapa sawit di lahan gambut merupakan upaya yang terintegrasi dari berbagai kegiatan, mulai dari pembukaan lahan, penanaman dengan menggunakan bibit yang unggul dan sesuai, pemeliharaan tanaman baik pemupukan maupun pengendalian gulma dan hama penyakit tanaman, manajemen pengelolaan drainase dll. Seperti diketahui bahwa lahan gambut merupakan lahan yang rapuh atau marginal sehingga apabila salah dalam mengelolanya akan berdampak pada kerusakan fungsi gambut itu sendiri. Apabila kondisinya sudah rusak maka akan sulit untuk memperbaikinya.
Dampak Pembangunan Kelapa Sawit di Lahan Gambut
Dampak terhadap Kelestarian Lingkungan
Kegiatan pembangunan perkebunan kelapa sawit meliputi pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengangkutan, pengolahan hasil dan pemasaran. Kegiatan-kegiatan tersebut dampaknya akan berbeda jauh ketika dilakukan di lahan gambut, dibandingkan dengan dilakukan di lahan mineral, mengingat lahan gambut merupakan lahan yang unik dan rentan terhadap kerusakan
1.      Pembukaan lahan
Akibat pembangunan kelapa sawit yang mengesampingkan kelestarian akan berdampak terhadap lingkungan diantaranya adalah lenyapnya vegetasi alam serta flora dan fauna yang unik dan akan menjadi sangat berbahaya apabila mengalami kepunahan yang total pada sebagian besar kawasan di Indonesia. Pembukaan lahan gambut akan menurunkan fungsi hutan gambut sebagai pemasok bahan-bahan yang bernilai ekonomi seperti kayu, ikan dan daging satwa, rotan, getah dan tanaman obat yang biasa dimanfatkan oleh masyarakat lokal. Pembukaan lahan gambut juga akan menurunkan fungsi konservasi bagi spesies langka dan dilindungi, satwa langka dan tumbuhan penting, komunitas dan ekosistem.
2.      Pembuatan Kanal Drainase
Pembukaan kanal-kanal drainase akan mengurangi fungsi lahan gambut sebagai pengendali hidrologi wilayah yang berfungsi sebagai penambat air dan mencegah banjir dan kebakaran, karena berubahnya sifat fisik gambut diakibatkan oleh adanya drainase yang berlebih sehingga berdampak pada pengeringan gambut. Penuruan muka air tanah juga akan mempercepat laju pemadatan tanah (subsidensi), sehingga akan mengurangi kemampuanya dalam menyimpan air. Penurunan muka gambut mambuat lahan menjadi amblas. Subsidensi gambut di lahan perkebunan kelapa sawit ditandai dengan rebahnya pokok sawit atau pokok doyong. Kondisi ini tentu merugikan kebun itu sendiri. Drainase yang berlebih juga berpotensi munculnya pirit atau tanah dengan sulfat masam dan intrusi air laut
3.      Kebakaran Lahan
Kebakaran pada lahan gambut terjadi karena pembukaan lahan gambut dengan cara membakar, rata-rata menurunkan tingkat permukaan gambut sekitar 10 cm. Penurunan tanah gambut setiap 10 cm maka akan berakibat tanah akan kehilangan kemampuan menyimpan air sebanyak 800 m3 per hektar.
4.      Emisi Gas Rumah Kaca.
Lahan gambut dengan vegatasi tanaman kelapa sawit akan menghasilkan emisi karbon (CO2) sebanyak 1.540 g C/m2/tahun. Sebaliknya tanaman kelapa sawit di lahan gambut selama lima tahun akan menyimpan karbon sebanyak 27 ton C/ha, yang disumbangkan dari batang, pelepah dan akarnya. Emisi gas tersebut akan meningkat seiring dengan menurunnya tinggi muka air tanah akibat drainase yang berlebih.
Untuk meminimalkan dampak pembangunan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut yang sudah berjalan maupun yang akan dilakukan, maka perlu suatu strategi atau upaya pengelolaan yang baik dan benar yang memenuhi kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan. Upaya-upaya tersebut yang sesuai dengan sifat dan karakteristik lahan gambut. apabila hutan rawa gambut diperlakukan secara baik dan benar sesuai dengan kemampuan/daya dukung lahan gambutnya, maka hasil yang diperoleh mampu memberikan sesuatu yang menjanjikan. Sebaiknya pengelolaan lahan dilakukan dengan memperhatikan ekosistem lahan gambut, kubah gambut sama sekali tidak boleh dibuka. Saluran drainase pada lahan gambut harus diatur dengan sangat ketat agar mampu mempertahankan muka air, termasuk muka air tanah yang sesuai dengan kebutuhan ruang perakaran tanaman.
Secara khusus hal-hal yang harus diperhatikan untuk menahan laju degradasi lahan gambut pada lahan perkebunan kelapa sawit adalah memembuat suatu sistem tata air (water management system) yang betul-betul terencana dengan baik sehinga dapat memperhatikan tinggi muka air yang sesuai. Secara umum tinggi muka air tanah gambut pada lahan kelapa sawit adalah 60 cm di bawah permukan tanah. Dengan kedalaman muka air tanah 60 cm, diharapkan kelembaban tanah di bagian atasnya akan tetap terjaga (terhindar dari kekeringan) dan dilain pihak perakaran tanaman tidak tergenang.
Pengaturan tinggi muka air tanah dapat dilakukan dengan membuat pintu-pintu pengatur air pada kanal-kanal drainase dan memonitornya setiap saat sebagai upaya mengantisipasi kelebihan air yang mengakibatkan areal tergenang ataupun kekurangan air yang mengakibatkan kekeringan. Untuk mempertahankan keanekaragaman hayati maka lahan-lahan yang menjadi kawasan lindung harus tetap dipertahankan, Oleh karena itu perlu dilakukan analisis tentang keanekaragaman hayati yang mempunyai nilai konservasi tinggi atau high covservation value (HCV) selajutnya melakukan pembatasan-pembatasan dan upaya pengelolaannya. 
Upaya untuk mencegah kebakaran lahan gambut adalah dengan tidak membuka lahan dengan cara bakar, tidak melakukan drainase yang berlebihan, membuat menara pemantau api, membuat regu pemadam yang dilengkapi dengan peralatannya dll, yang sifatnya mudah dilakukan di lapangan. (by: Syahri)

Tidak ada komentar: