Berbekal
pengalaman yang dimilikinya, Suripno nekat membangun kebun nanas di
tengah perkebunan sawit. Dia pernah dibilang orang gila.
Perjalanan
menuju Desa Meskom dari Kota Bengkalis butuh waktu sekitar 1,5 jam.
Lamanya waktu bukan cuma penghalang, karena sampai di Desa Meskom,
Bengkalis, jalan tanah harus dilalui dari Jalan Selangat yang merupakan
jalan utama di Desa Meskom.
Struktur
tanah gambut yang lembek dan berlumpur kala musim hujan membuat
perjalanan makin tak mudah. Lantas terbersit dalam pikiran, orang gila
mana yang buat kebun nanas di tanah seperti ini. Jauh
dari pemukiman dan berada di tengah-tengah kebun sawit. Setelah
melewati jalan setapak sekitar 5 KM, pemandangan unik pun terlihat.
Sebuah areal kebun nanas terhampar di tengah himpitan kebun sawit.
Adalah Suripno, warga Dusun V Simpang Ayam Desa Meskom Kecamatan Bengkalis
yang sejak 2000 lalu membuka areal kebun nanas itu. Bersama
teman-temannya dia juga mendirikan Kelompok Petani Rantau Bertuah yang
kini mengelola kebun nanas di Desa Meskom.
“Dulu ini hutan belantara, lahan ini dulu lahan buangan, makanya tak ada yang mau ngolah, tahun 2000 saya datang kesini saya buka lahan sampai jadi seperti ini,” kata Suripno seraya mempersilahkan masuk ke gubuknya.
Suripno
bercerita, awalnya keputusan dia membuat kebun nanas dicibir
kerabatnya. Bahkan istrinya pun menentang karena dianggap kerja sia-sia.
Maklum, lahan yang mau dibuat kebun nanas adalah hutan belantara yang
tak ada satu orang pun mau mengolahnya dan dikepung areal perkebunan
sawit PT Agro Sarimas.
“Orang-orang bilang saya gila, buka hutan cuma untuk makan babi sama beruk yang lapar. Saya pikir daripada tanah tu semak resam
(tumbuh ilalang) lebih baik semak pemakan (buah yang tumbuh) karena
saya cuma punya ilmu tanam nanas ya saya tanam saja nanas di tanah ini,”
kenangnya.
Suripno memang tunak
di nanas. Sejak 1984 dia sudah bekerja di sebuah perkebunan nanas di
Malaysia. Tahun 1990 dia balik ke Riau tapi tetap bekerja sebagai petani
nanas di Desa Kualu, kecamatan Tambang, Kampar. Kemudian ia memutuskan
pulang ke Desa Meskom, Bengkalis tahun 2000.
Meski
orang-orang mencibirnya, Suripno tetap teguh. Dia kerja keras dari pagi
sampai sore hari membuka lahan. Pepohonan dan semak belukar pun
diterabasnya. Setelah lahan bersih, dia tanam bibit nanas yang dibeli
dari Wonosari Barat, Bengkalis dengan uang Rp 7 juta yang juga untuk
beli pupuk.
Setelah
3 tahun, kebun seluas 2 hektar itu pun menampakkan hasil. Kini dari
kebun nanasnya itu Suripno mampu memanen rata-rata 6 ribu buah
perbulannya. Bahkan tahun lalu Suripno pernah panen hingga 46 ribu buah
nanas mulai bulan 6 sampai bulan 11.
Harga
nanas dia patok Rp 2 ribu perbuah, tergantung ukurannya. Alhasil
pendapatan Suripno bisa mencapai Rp 12 juta sebulan, atau sekitar Rp 6-8
juta jika sudah dikeluarkan biaya pupuk dan upah pekerja.
Berkat
kebun nanasnya, Suripno kini berjasa kepada penduduk sekitar karena
mampu membuka lapangan kerja. Total ada 9 pekerja yang menggantungkan
hidup dari kebun nanas Suripno. Meski sudah erhitung sukses. “Sekarang
kalau ada yang tanya kok bisa berhasil, saya jawab kalau gak gila saya gak akan berhasil,” ucap bapak 3 anak ini seraya tertawa.
Meski
sudah terhitung sukses, Suripno tak pelit berbagi ilmu dengan para
koleganya. Dia juga rela membuat akses jalan sendiri ke kebunnya meski
harus habiskan uang Rp 4 juta dari koceknya sendiri.
“Saya
buka jalan sendiri sekitar 1 KM pakai papan untuk keluarkan nanas saya
ke Jalan Selangat. Saya gak mau dibilang masayarakat dapat duit dari
kebun tapi biarkan jalan rusak saya mau masyarakat juga nikmati hasil
kebun nenas saya ini, siapa saja boleh lewat jalan saya ini yang terbuat
dari papan.
Soal
pemasaran nanasnya, Suripno tak ambil pusing. Jauh hari sebelum dipanen
sudah banyak para pedagang pasar di Bengkalis, bahkan dari Batam juga
Malaysia memesan nanasnya.
Pernah permintaan 4 ribu nanas dalam seminggu dengan sistem kontrak ditolaknya karena khawatir tak sanggup memenuhinya.
Kini,
untuk makin membesarkan areal kebunnya, Suripno mengajak masyarakat
sekitar bergabung dengan membentuk Kelompok Petani Rantau Bertuah.
Kisah sukses Suripno mengelola kebun nanas membuat orang—orang berduit datang menawarinya untuk bekerja sama.
“Memang banyak donatur yang mau biayai, tapi saya tak mau terikat.Saya tak mau waktu orang kampung sini butuh nanas saya tak bisa kasih. Pernah saya ditawari kelola kebun sama toke
tapi saya tak mau karena saya mau mengabdikan ilmu saya sama adik-adik
di kampung ini, biarlah saya hidup sederhana disini asalkan ilmu saya
bisa diturunkan untuk orang disini,” tuturnya.
Kepada
Pemerintah dia berpesan agar petani seperti dirinya, diberikan
pembinaan untuk mengelola usaha. Baginya, bantuan pembinaan manajemen
usaha sangat dibutuhkan supaya petani lokal bisa menembus pasar global.
“Memang
saya pernah dibantu Pemda Bengkalis berupa pupuk sebanyak 6 ton, saya
ucapkan terima kasih banyak. Tapi itu saja tidak cukup untuk membesarkan
petani. Kalau mau besar, petani harus dibina, diarahkan karena petani
seperti saya ini kan tahunya ada orang beli ya saya jual.
(sumber: http://riaubisnis.com/index.php/profile-allnews/profile-blognews/6149-suripno-petani-sukses-dari-desa-meskom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar