.post img{-o-transition:all 1.5s ease;-moz-transition:all 1.5s ease;-webkit-transition:all 1.5s ease}.post img:hover{-o-transform:scale(1.2) rotate(360deg) translate(0px);-moz-transform:scale(1.2) rotate(360deg) translate(0px);-webkit-transform:scale(1.2) rotate(360deg) translate(0px);-o-transition:all 1.5s ease;-moz-transition:all 1.5s ease;-webkit-transition:all 1.5s ease}}

Pages

Sabtu, 27 April 2013

Suripno, Petani Sukses dari Desa Meskom

Berbekal pengalaman yang dimilikinya, Suripno nekat membangun kebun nanas di tengah perkebunan sawit. Dia pernah dibilang orang gila.
Perjalanan menuju Desa Meskom dari Kota Bengkalis butuh waktu sekitar 1,5 jam. Lamanya waktu bukan cuma penghalang, karena sampai di Desa Meskom, Bengkalis, jalan tanah harus dilalui dari Jalan Selangat yang merupakan jalan utama di Desa Meskom. 
Struktur tanah gambut yang lembek dan berlumpur kala musim hujan membuat perjalanan makin tak mudah. Lantas terbersit dalam pikiran, orang gila mana yang buat kebun nanas di tanah seperti ini. Jauh dari pemukiman dan berada di tengah-tengah kebun sawit. Setelah melewati jalan setapak sekitar 5 KM, pemandangan unik pun terlihat. Sebuah areal kebun nanas terhampar di tengah himpitan kebun sawit.
Adalah Suripno, warga Dusun V Simpang Ayam Desa Meskom Kecamatan  Bengkalis yang sejak 2000 lalu membuka areal kebun nanas itu. Bersama teman-temannya dia juga mendirikan Kelompok Petani Rantau Bertuah yang kini mengelola kebun nanas di Desa Meskom.

“Dulu ini hutan belantara, lahan ini dulu lahan buangan, makanya tak ada yang mau ngolah, tahun 2000 saya datang kesini saya buka lahan sampai jadi seperti ini,” kata Suripno seraya mempersilahkan masuk ke gubuknya.

Suripno bercerita, awalnya keputusan dia membuat kebun nanas dicibir kerabatnya. Bahkan istrinya pun menentang karena dianggap kerja sia-sia. Maklum, lahan yang mau dibuat kebun nanas adalah hutan belantara yang tak ada satu orang pun mau mengolahnya dan dikepung areal perkebunan sawit PT Agro Sarimas.

“Orang-orang bilang saya gila, buka hutan cuma untuk makan babi sama beruk yang lapar. Saya pikir daripada tanah tu semak resam (tumbuh ilalang) lebih baik semak pemakan (buah yang tumbuh) karena saya cuma punya ilmu tanam nanas ya saya tanam saja nanas di tanah ini,” kenangnya.

Suripno memang tunak di nanas. Sejak 1984 dia sudah bekerja di sebuah perkebunan nanas di Malaysia. Tahun 1990 dia balik ke Riau tapi tetap bekerja sebagai petani nanas di Desa Kualu, kecamatan Tambang, Kampar. Kemudian ia memutuskan pulang ke Desa Meskom, Bengkalis tahun 2000.   

Meski orang-orang mencibirnya, Suripno tetap teguh. Dia kerja keras dari pagi sampai sore hari membuka lahan. Pepohonan dan semak belukar pun diterabasnya. Setelah lahan bersih, dia tanam bibit nanas yang dibeli dari Wonosari Barat, Bengkalis dengan uang Rp 7 juta yang juga untuk beli pupuk.

Setelah 3 tahun, kebun seluas 2 hektar itu pun menampakkan hasil. Kini dari kebun nanasnya itu Suripno mampu memanen rata-rata 6 ribu buah perbulannya. Bahkan tahun lalu Suripno pernah panen hingga 46 ribu buah nanas mulai bulan 6 sampai bulan 11.
Harga nanas dia patok Rp 2 ribu perbuah, tergantung ukurannya. Alhasil pendapatan Suripno bisa mencapai Rp 12 juta sebulan, atau sekitar Rp 6-8 juta jika sudah dikeluarkan biaya pupuk dan upah pekerja.

Berkat kebun nanasnya, Suripno kini berjasa kepada penduduk sekitar karena mampu membuka lapangan kerja. Total ada 9 pekerja yang menggantungkan hidup dari kebun nanas Suripno. Meski sudah erhitung sukses. “Sekarang kalau ada yang tanya kok bisa berhasil, saya jawab kalau gak gila saya gak akan berhasil,” ucap bapak 3 anak ini seraya tertawa.

Meski sudah terhitung sukses, Suripno tak pelit berbagi ilmu dengan para koleganya. Dia juga rela membuat akses jalan sendiri ke kebunnya meski harus habiskan uang Rp 4 juta dari koceknya sendiri.

“Saya buka jalan sendiri sekitar 1 KM pakai papan untuk keluarkan nanas saya ke Jalan Selangat. Saya gak mau dibilang masayarakat dapat duit dari kebun tapi biarkan jalan rusak saya mau masyarakat juga nikmati hasil kebun nenas saya ini, siapa saja boleh lewat jalan saya ini yang terbuat dari papan.

Soal pemasaran nanasnya, Suripno tak ambil pusing. Jauh hari sebelum dipanen sudah banyak para pedagang pasar di Bengkalis, bahkan dari Batam juga Malaysia memesan nanasnya.
Pernah permintaan 4 ribu nanas dalam seminggu dengan sistem kontrak ditolaknya karena khawatir tak sanggup memenuhinya.
Kini, untuk makin membesarkan areal kebunnya, Suripno mengajak masyarakat sekitar bergabung dengan membentuk Kelompok Petani Rantau Bertuah.
Kisah sukses Suripno mengelola kebun nanas membuat orang—orang berduit datang menawarinya untuk bekerja sama.

“Memang banyak donatur yang mau biayai, tapi saya tak mau terikat.Saya tak mau waktu orang kampung sini butuh nanas saya tak bisa kasih. Pernah saya ditawari kelola kebun sama toke tapi saya tak mau karena saya mau mengabdikan ilmu saya sama adik-adik di kampung ini, biarlah saya hidup sederhana disini asalkan ilmu saya bisa diturunkan untuk orang disini,” tuturnya.

Kepada Pemerintah dia berpesan agar petani seperti dirinya, diberikan pembinaan untuk mengelola usaha. Baginya, bantuan pembinaan manajemen usaha sangat dibutuhkan supaya petani lokal bisa menembus pasar global.

“Memang saya pernah dibantu Pemda Bengkalis berupa pupuk sebanyak 6 ton, saya ucapkan terima kasih banyak. Tapi itu saja tidak cukup untuk membesarkan petani. Kalau mau besar, petani harus dibina, diarahkan karena petani seperti saya ini kan tahunya ada orang beli ya saya jual.
(sumber: http://riaubisnis.com/index.php/profile-allnews/profile-blognews/6149-suripno-petani-sukses-dari-desa-meskom)

Tidak ada komentar: