Oleh : Muhammad Syahri Mubarok, SST.
Bawang merah (Allium ascalonicum
L) merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura yang banyak dikonsumsi
manusia sebagai campuran bumbu masak setelah cabe. Selain sebagai campuran bumbu
masak, bawang merah juga dijual dalam bentuk olahan seperti ekstrak bawang
merah, bubuk, minyak atsiri, bawang goreng. Bahkan menurut beberapa penelitian, bawang
merah berkhasiat bagi kesehatan. Oleh sebab itu, bawang merah termasuk ke dalam
komoditas tanaman hortikultura yang sering digunakan oleh masyarakat. Potensi pengembangan bawang merah pun
masih terbuka lebar, tidak saja untuk kebutuhan dalam negeri tetapi juga luar
negeri.
Jika komoditas bawang merah ini diusahakan, maka akan menjadi salah satu
komoditas hortikultura yang menguntungkan.
Luas lahan gambut
Indonesia menurut buku “Peta Lahan Gambut Indonesia” yang dikeluarkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian pada tahun 2011, luas total lahan gambut di tiga
pulau utama, yaitu Sumatera, Kalimantan dan Papua adalah 14.905.574 ha. Dengan luasan tersebut, Indonesia menjadi negara
keempat yang mempunyai lahan gambut terluas di dunia. Akan tetapi, pemanfaatan
dan pengembangan lahan gambut untuk pertanian masih sangat terbatas.
Luas lahan gambut di Kalimantan Barat, masih
menurut buku yang sama adalah sekitar
1.680.135 ha, dengan luasan berimbang antara kedalaman dangkal (50-100 cm) sampai
sangat dalam (> 300 cm). Upaya pemanfaatan lahan gambut di Indonesia, masih
banyak menimbulkan kontroversi. Contohnya, disatu sisi lahan gambut dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan budidaya pertanian. Namun di sisi lain, jika
lahan gambut semakin banyak yang tereksploitasi, maka akan mempercepat terjadinya
pemanasan global.
Potensi Bawang Merah di
Lahan Gambut
Pertumbuhan Tanaman Bawang Merah di Lahan Gambut |
Pengembangan komoditas pertanian komersial bernilai ekonomi tinggi, pada
umumnya memiliki ciri-ciri, yaitu
ketersediaannya terbatas, namun permintaan akan komoditas pertanian tersebut
tinggi. Salah satu komoditas pertanian komersial ekonomi tinggi terebut adalah
bawang merah. Peluang pasar untuk bawang merah
di daerah-daerah yang mempunyai areal lahan gambut luas sangatlah besar.
Dikarenakan sebagian besar bawang merah yang ada di pasar masih disupply dari pulau jawa dan sebagian
besar petani di lahan gambut masih sedikit yang membudidayakan bawang merah.
Pada beberapa pengkajian yang telah dilakukan oleh para peneliti dan lembaga
riset menunjukkan, bahwa bawang merah mempunyai potensi yang sangat besar untuk
bisa dibudidayakan dan dikembangkan di lahan gambut. Pengkajian yang telah dilakukan oleh Titiek Purbiati pada tahun 2012, menunjukkan
bahwa bawang
merah dapat dikembangkan di lahan gambut Kalimantan Barat, Kabupaten Kuburaya, dengan menghasilkan bobot kering
sebanyak 11-12 ton/ha. Sedangkan
pada tahun 2015 juga dilakukan pengkajian bawang merah di lahan gambut
Kalimantan Barat, Kabupaten Kuburaya, oleh Dina Omayani dkk dimana hasil pengkajian
menunjukkan bahwa bawang merah di lahan gambut dapat menghasilkan bobot kering
sebanyak 7-8 ton/ha. Adapun beberapa jenis varietas bawang merah yang dapat memberikan
hasil cukup tinggi jika ditanam di lahan gambut dari hasil kajian yaitu
varietas Sumenep, Moujung dan Bima.
Petani Bawang Merah Lahan Gambut Kab. Rasau Jaya |
Hasil Panen Bawang Merah di Lahan Gambut |
Hambatan Bertani Bawang Merah di Lahan Gambut
Penggunaan lahan gambut
untuk pengembangan tanaman sayuran, khususnya bawang merah masih ditemui
beberapa kendala atau hambatan.
Adapun kendala atau hambatan-hambatan yang biasa
dijumpai pada saat melakukan usahatani bawang merah di lahan gambut adalah
sebagai berikut :
1. Sumber
Daya Manusia
Sebagian besar petani
yang bertani di lahan gambut, masih banyak yang belum mau untuk melakukan
budidaya bawang merah di lahan gambut. Beberapa faktor
penyebabnya yaitu, kurangnya pengetahuan petani tentang teknik budidaya bawang
merah di lahan gambut. Faktor lainnya adalah tingginya biaya yang harus dikeluarkan
untuk bertani bawang merah di lahan gambut (terutama untuk penyediaan bibit
bawang merah), dikarenakan para petani belum dapat menyediakan bibit bawang
merah sendiri, sehingga bibit bawang merah harus dikirim dari Jawa dengan biaya
kirim yang cukup tinggi.
Selain itu, hambatan juga datang dari sisi penyuluh
pertanian yang masih sangat lemah dari segi pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan
dalam melakukan budidaya bawang merah di lahan gambut.
2. Kondisi
Lahan Gambut
Menurut
Hardjowigeno, lahan gambut pada umumnya memiliki kandungan bahan organik lebih
dari 30 % dan tebalnya lebih dari 40 cm. Sifat lahan gambut juga umumnya
memiliki reaksi sangat masam, memiliki muka air tanah dangkal, rawan terhadap
keracunan akibat asam-asam organik yang dilepaskan tanah gambut, serta rawan
terbakar pada saat musim kemarau. Pengelolaan lahan gambut pada umumnya dengan
memperbaiki tata air, melalui pembuatan saluran drainase sehingga daerah
perakaran dapat ditanami. Pemberian amelioran seperti kapur diperlukan untuk
mengurangi tingkat kemasaman pH tanah gambut. Penambahan pupuk anaorganik makro
dan mikro juga diperlukan, demikian juga pupuk kandang maupun kompos. Sehingga petani memerlukan biaya
yang lebih besar dan waktu yang cukup lama untuk menjadikan lahan gambut
menjadi lahan yang subur dan bisa untuk ditanami bawang merah dengan mudah. Selain itu, penggunaan lahan gambut untuk pengembangan tanaman
bawang merah juga masih banyak ditemui beberapa masalah, antara lain:
kematangan tanah, ketebalan gambut bervariasi, penurunan permukaan gambut,
rendahnya daya tumpu, rendahnya kesuburan tanah, adanya lapisan pirit (banyak
mengandung besi) dan pasir, pH tanah yang sangat masam, kondisi lahan gambut
yang jenuh air (tergenang) pada musim hujan dan kekeringan saat kemarau, serta
rawan kebakaran.
3. Tingginya
tingkat serangan hama penyakit.
Hama penyakit merupakan salah satu kendala utama
dalam budidaya bawang merah di lahan gambut. Hama dapat menimbulkan gangguan pada
tanaman secara fisik, dan disebabkan oleh serangga, tungau, dan moluska.
Sedangkan penyakit, dapat menimbulkan gangguan fisiologis pada tanaman, dan disebabkan
oleh cendawan, bakteri, fitoplama dan virus. Perkembangan hama penyakit dalam
budidaya bawang merah di lahan gambut sangat dipengaruhi oleh dinamika iklim.
Sehingga tidak heran, jika banyak ditemukan permasalahan hama penyakit pada
tanaman bawang merah yang dibudidayakan di lahan gambut. Ada beberapa macam serangan hama penyakit
yang biasa menyerang tanaman bawang merah yang dibudidayakan di lahan gambut
antara lain :
a. Ulat
Bawang (Spodoptera exigua atau S. litura)
Hama ini dapat menyerang tanaman bawang
merah sejak fase pertumbuhan awal (10 hst) sampai dengan fase pematangan umbi
(55 hst). Ulat bawang melubangi ujung daun, lalu masuk ke dalam daun bawang.
Ulat memakan permukaan daun bawang bagian dalam, hingga tinggal bagian
epidermis luar. Sehingga daun bawang kelihatan menerawang tembus cahaya atau
terlihat seperti bercak-bercak putih transparan dan akhirnya daun bawang
terkulai.
b.
Moler (Fusarium oxysporum f.sp. cepae)
Dari hasil pengkajian bawang merah di
lahan gambut Kalimantan Barat pada tahun 2015 yang dilakukan oleh Abdullah Umar
dkk, menunjukkan bahwa adanya serangan penyakit Antraknosa, atau
Otomatis, atau dapat pula disebut Moler. Gejala penyakitnya berupa bercak
berwarna coklat kehitaman pada daun tanaman. Daun tanaman kemudian menjadi
patah pada bagian yang mengalami bercak. Gejala pertama kali muncul pada umur
tanaman 43-50 Hst. Dimana penyakit ini menginfeksi lewat perakaran dan umbi. Penyakit ini menyerang tanaman bawang merah di bagian dasar umbi lapis sehingga pertumbuhan
akar dan umbi terganggu.
c.
Bercak Ungu atau Trotol
Dari hasil pengkajian bawang
merah di lahan gambut Kalimantan Barat pada tahun 2012 yang dilakukan oleh
Purbiati menunjukkan bahwa ada serangan penyakit bercak ungu A. porii atau trotol menyerang bawang merah
sejak tanaman berumur 30 HST sampai menjelang panen. Penyakit yang disebabkan
oleh cendawan A. porii atau penyakit bercak ungu atau trotol ini, dapat
ditularkan melalui udara dan berkembang dengan baik jika kelembapan udara
tinggi. Penyakit ini termasuk penyakit
penting pada bawang merah, karena dapat menurunkan hasil produksi bawang
merah secara nyata. Serangan penyakit oleh A. porii dapat menyebabkan
kehilangan hasil produksi 35−40%. Adapun gejala yang ditimbulkan dari serangan
penyakit ini adalah terjadinya bercak kecil, melekuk, berwarna putih sampai
kelabu. Jika membesar, bercak tampak bercincin-cincin, warnanya agak keunguan
dan ditepi daun kuning serta mengering ujungnya. Penyebaran penyakit ini
melalui umbi atau percikan air dari tanah. Sehingga langkah preventif yang
sebaiknya dilakukan jika ada hujan segera lakukan penyiraman setelah hujan
berhenti.
d.
Rebah pangkal daun.
Tanaman bawang merah yang terserang penyakit ini
dalam satu rumpun rebah, dapat terjadi secara mendadak. Pangkal daun menjadi
lunak, sehingga tidak kuat menopang beban yang ada. Beberapa hari kemudian,
seluruh bagian daun mengering. Sehingga tidak tersisa daun pada tanaman yang
terserang atau tanaman menjadi gundul.
4.
Anomali Iklim yang ektrim.
Penyebab tingginya serangan penyakit untuk bawang
merah, didominasi oleh curah hujan dan kelembapan yang tinggi dan tidak mudah untuk
diprediksi. Sehingga saat musim penghujan tiba, akan mempercepat penularan
tanaman yang sakit ke tanaman yang sehat. Hal ini memerlukan perhatian khusus
supaya penularan beberapa serangan penyakit ini dapat dicegah.
Dalam melakukan usahatani
bawang merah di lahan gambut, tidak semua kegiatan dapat dilakukan secara individual.
Sebab itulah diperlukan kerjasama antar anggota kelompok tani. Misalnya dalam pemasaran,
pengendalian hama penyakit dan pengairan. Dengan demikian, kelompok tani berperan
sebagai media untuk bekerjasama antar anggota kelompok tani. Selain itu,
kelompok tani juga dapat memfasilitasi kegiatan produksi bawang merah bagi
anggota-anggotanya. Mulai dari penyediaan input,
proses produksi, pascapanen, sampai dengan pemasaran hasilnya.
Kegiatan usahatani bawang merah merupakan
kegiatan agribisnis yang berorientasi pada profit. Dalam hal ini, kelompok tani
berperan sebagai agen bisnis yang dapat menggerakkan sumberdaya kolektif
(tenaga, pikiran, dan dana) bagi kepentingan kelompok. Sehingga agribisnis
bawang merah menjadi lebih efisien. Melihat potensi usahatani bawang merah di
lahan gambut yang cukup besar dengan hambatan yang besar pula, maka kedepanya
perlu adanya sinergisitas antara para peneliti, penyuluh pertanian dan para
pengambil kebijakan untuk melakukan penelitian, pengkajian, dan pendampingan
terkait budidaya bawang merah di lahan gambut ini secara lebih intensif.